Senin, 03 Februari 2014

TIPS PARENTING Menjelaskan Arti "Perceraian", "Janda", "Duda" dan "Kematian" Pada Anak



Ilustrasi/expresscouk

Pertanyaan anak, usia kelas 1 SD, yang baru belajar membaca sejumlah kata baru dan belum mengerti makna dan definisinya kadang membuat kita terhenyak.

Paling tidak itulah yang saya alami ketika bersama si bungsu sedang berjalan-jalan menyusuri sore yang lembab di atas sepeda motor.

“Janda itu apa sih Pa?” kembali ia mengulang pertanyaannya, karena pertanyaan pertama tak terlalu terdengar.

Sambil menjaga keseimbangan sepeda motor, saya pun diam sejenak. Mencari kata-kata yang paling mudah untuk dimengerti si bungsu.

“Janda itu, istri yang berpisah dengan suaminya, bisa karena suaminya meninggal atau karena bercerai…”

“Bercerai itu apa?” kejar si bungsu cepat.

“Bercerai itu, berpisahnya suami istri, bisa karena salah satunya meninggal, atau tidak lagi menikah,” ujar saya.

“Kalau suami yang istrinya berpisah disebut duda,” tambah saya.

Jawaban itu saya sampaikan setelah si bungsu mencecar dengan pertanyaan soal kematian, mengapa orang bisa meninggal dan seterusnya.

Mengapa menikah, terus kenapa bercerai juga ditanyakannya.

Sejumlah hal tidak bisa saya sampaikan dengan mudah, dan saya memilih tak menjawab,  di saat sepeda motor yang kami kendarai melintas di jalan becek dan licin.

Poin penting dari tulisan saya di atas bukanlah soal kemampuaan saya mengendalikan keseimbangan sepeda motor dan “keberhasilan” saya menutup anak bertanya lebih jauh.

Namun, yang ingin saya sampaikan adalah perlunya bagi para orang tua, baik ayah dan ibu untuk bersiap menjawab pertanyaan anak yang muncul secara tiba-tiba.

Menjelaskan relasi keluarga memang relatif mudah, jika yang kita sampaikan adalah hal yang faktual alias ada faktanya. Dan, tentu saja, jika itu berupa fakta-fakta yang menggembirakan.

Halnya menjadi lain, jika yang ditanya adalah hal yang sulit untuk dibuat contohnya, terkesan buruk, atau tidak membahagiakan.

Untuk menjelaskan “pertanyaan-pertanyaan sulit” yang tiba-tiba dilontarkan anak, berikut beberapa tips yang bisa dijadikan pilihan:

Cari bahasa termudah
Ingat bahwa anak memiliki imajinasi tersendiri tentang sebuah kata. Jika kita “kurang tepat” memilihkan penjelasan sebuah makna baru, maka hal itu akan tertanam pada memori anak sebagai persepsi yang pertama. Jangan lupa, persepsi awal adalah sesuatu yang bisa melekat kuat pada anak.

Buat gambaran yang paling sederhana
Memberikan contoh visual sesederhana mungkin sangat disarankan untuk menjelaskan sesuatu kepada anak, termasuk hal-hal “rumit” seperti perceraian, kematian, dan hal-hal sejenisnya.

Pancing Ulang Persepsi Anak
Meminta anak untuk mengatakan apa yang dia pahami dari penjelasan kita bermanfaat untuk mengontrol sejauh mana pesan yang kita sampaikan dipahami oleh anak.
Ingat, keberhasilan komunikasi konon baru tercapai ketika gambaran yang kita sampaiakan bisa sama dengan gambaran yang diterima anak.

Ajarkan soal kosekuensi
Sebuah kata bisa menggambarkan sebuah definisi atau kejadian, Dalam kasus “janda”, “duda” atau “perceraian” dan “kematian”, kata-kata itu bisa berarti kejadian tunggal bisa juga sebuah konsekuensi.

Menjelaskan sebab sebuah kejadian dan konsekuensi yang harus dialami akan membuat anak lebih mengerti suatu peristiwa.

Lebih dari itu, pemahaman akan konsekuensi bisa menghindarkan anak dari ketakutan, sedih, atau trauma oleh sebuah kata.

Nah, Anda punya pengalaman soal menemani anak berbincang-bincang, silakan berbagi di kolom komentar.

(tulisan ini telah dipublikasikan di www. kabar24.com, 25 Januari 2014)

BACA JUGA:
FILM WEEKEND: American Hustle, Saat Penipuan Berubah Jadi Misi Mulia
Ini Buktinya Ketika Jatuh Cinta Air Putih Terasa Manis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar